Kapitalisme Tidak Mampu Melindungi Anak dari Kekerasan

Kapitalisme Tidak Mampu Melindungi Anak dari Kekerasan

https://www.koransinarpagijuara.com/wp-content/uploads/2025/06/IMG-20250627-WA0014-e1751163083109.jpg

Oleh: Sumiati

Dilansir dari kompas.com (Sabtu, 14/6/2025), kekerasan terhadap anak kembali menghebohkan publik. Di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, sepasang suami istri yang berinisial AYS (28) dan istrinya YG (24) dengan tega telah menyiksa bayi 2 tahun yang diasuhnya hingga tewas. Pelaku melakukan kekerasan tersebut hanya gara-gara korban rewel dan sering menangis. Korban dititipkan oleh ibunya, IS (21), kepada kedua pelaku pada 23 Mei 2025. Pasangan suami istri ini diduga sering melakukan kekerasan terhadap korban Bahkan yang lebih miris lagi, saat penganiayaan, pelaku sering merekamnya sambil tertawa.

Pelaku ditangkap setelah korban meninggal dunia. Pihak rumah sakit menyebut terdapat luka fisik di tubuh korban. Pelaku mengaku kepada ibu korban kalau anaknya meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Ibu korban pun melapor kepada pihak kepolisian setelah mendapat laporan dari pihak rumah sakit.

Selain kekerasan fisik seperti kasus tersebut, anak juga kerap menjadi korban kekerasan seksual. Data sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak, Kementerian PPPA bahkan menunjukkan kekerasan seksual jenis kekerasan tertinggi di tanah air.

Mirisnya, kekerasan pada anak banyak terjadi dalam rumah dan dilakukan oleh orang tua. Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan terdekat hingga lingkungan keluarga sejatinya tidak dapat dilepaskan dari faktor yang saling berkaitan, mulai dari tekanan ekonomi yang mendera, emosi orang tua yang tidak terkendali, kerusakan moral yang kian merajalela, lemahnya pemahaman atas fungsi keluarga hingga lemahnya iman yang seharusnya menjadi penuntun dalam bersikap dan bertindak.

Semuanya berpangkal pada sistem kehidupan sekularisme kapitalisme yang mencabut nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan dari akar kehidupan. Sistem ini membuat para orang tua kehilangan arah dalam mendidik dan mengasuh anak sesuai fitrah serta menjadikan tekanan ekonomi sebagai pembenaran untuk menitipkan anak dalam waktu yang lama dan intens, bahkan menyiksa dan menelantarkan anak. Sementara di sisi lain, sekularisme menciptakan hubungan sosial yang dingin dan individualistis sehingga kehilangan kepekaan dan kepedulian terhadap penderitaan yang terjadi di sekitar mereka.

Sebenarnya sudah banyak regulasi tentang perlindungan anak, pencegahan kekerasan seksual, juga berbagai kebijakan pembangunan keluarga dan gerakan-gerakan masyarakat. Namun nyatanya semua itu belum mampu menyelesaikan persoalan. Sebab regulasi-regulasi tersebut dibangun di atas fondasi paradigma sekuler dan kapitalistik yang memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Sehingga mengakibatkan rusaknya pola pikir masyarakat terhadap keluarga serta lemahnya kesadaran moral dan spiritual.

Selain itu, hilangnya peran negara sebagai pelindung hak-hak dasar anak dalam sistem kehidupan yang manusiawi dan penuh tanggung jawab. Maka dari itu menyelesaikan persoalan ini di bawah sistem kapitalisme adalah perkara yang mustahil.

Persoalan seperti hanya akan tuntas di bawah peraturan Islam secara kafah dalam institusi Khilafah. Penerapan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan baik individu, keluarga, masyarakat, maupun negara akan menjadi jaminan tegaknya kesejahteraan yang hakiki, ketentraman jiwa yang mendalam, serta terjaganya iman dan ketakwaan manusia kepada Allah SWT hingga terwujud kehidupan manusia yang terarah pada keadilan dan kasih sayang.

Negara Islam menerapkan syariat Islam secara menyeluruh akan melakukan edukasi secara masif dan terstruktur kepada seluruh warganya melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga terbentuk individu-individu yang berkepribadian Islam yakni berpola pikir dan bersikap sesuai syariat. Pendidikan dalam Islam tidak semata-mata bertujuan mencetak manusia yang pintar dalam intelektual tetapi juga membentuk akhlak yang mulia dan ketakwaan yang mendalam.

Dengan pondasi seperti ini, setiap warga negara baik sebagai orang tua, anak, anggota masyarakat maupun pemimpin akan mampu menjalankan perannya masing-masing dengan benar, bertanggung jawab dan penuh kasih sayang sesuai tuntunan Allah dan rasul-Nya. Maka dalam Islam kekerasan akan mampu dicegah sejak dini karena setiap individu dibekali dengan keimanan dan pemahaman yang utuh tentang hak dan kewajiban dalam kehidupan sosial dan rumah tangga. Dalam menguatkan pemahaman tentang hukum-hukum keluarga, negara juga akan memainkan peran strategisnya melalui kurikulum pendidikan maupun media massa, hingga kebijakan-kebijakan publik yang berlandaskan syariat. Dengan demikian setiap individu dalam keluarga baik suami, istri, maupun anak akan memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban dan menunaikan hak-hak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Islam bukan semata karena tekanan sosial atau aturan legal format melainkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Wallahu’alam bishshawab

Post Views: 88

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *