“Solusi Inovatif Mengubah Sampah Organik Menjadi Peluang…

“Solusi Inovatif Mengubah Sampah Organik Menjadi Peluang...

https://sigiku.com/wp-content/uploads/2025/10/piksi-3-e1759543395423.png

(Koran SINAR PAGI)-, Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang menghadapi tantangan lingkungan yaitu dalam pengelolaan sampah. Dengan populasi yang terus bertambah dan aktivitas ekonomi yang dinamis, produksi sampah Kota Bandung meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Masalah pengelolaan sampah menjadi perhatian serius karena dampaknya yang luas, mulai dari pencemaran lingkungan hingga gangguan kesehatan masyarakat. Di beberapa wilayah, sampah sering menumpuk di jalanan, pasar, hingga area perumahan, khususnya di kawasan dengan akses pengangkutan sampah yang terbatas. Selain itu, sistem pengelolaan sampah yang belum optimal seringkali menjadi hambatan dalam menangani masalah ini secara berkelanjutan. Sebagaimana diketahui, Kota Bandung tadinya mendapat kuota pembuangan sampah 140 ritase per hari ke TPA Sarimukti. Seharusnya, jatah pembuangan yang diperoleh Kota Bandung adalah 981 ton per hari. “Solusi saat ini kita menekankan kepada para ketua RW bahwa untuk bisa menjadi RW yang KBS (kawasan bebas sampah). Dan juga tentunya kami harus ekstra kerja keras memaksimalkan mesin insinerator yang ada di tiap TPS, termasuk kami mau tidak mau harus terus bekerjasama dengan pihak ketiga yang siap untuk kerjasama sampah ini,” ucap Erwin (Wakil Walikota Bandung).

Dampak krisis sampah ini dirasakan di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dari segi lingkungan, sampah yang tidak dikelola dengan baik mencemari tanah, air, dan udara. Sungai Citarum, yang merupakan sumber air utama, sering kali dipenuhi limbah domestik dan plastik, yang mengancam ekosistem serta kualitas air minum.Kesehatan masyarakat juga terpengaruh oleh keberadaan sampah yang menumpuk. Tumpukan sampah menjadi sarang berkembang biaknya penyakit, seperti demam berdarah dan infeksi saluran pernapasan akibat bau busuk. Mengatasi krisis sampah di Bandung memang memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Salah satu solusi yang diusulkan adalah peningkatan infrastruktur pengelolaan sampah. Ini mencakup perluasan kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk menampung volume sampah yang terus meningkat, serta pembangunan fasilitas daur ulang yang dapat mengolah sampah menjadi produk baru. Selain itu, adopsi teknologi pengolahan modern seperti waste-to-energy dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA.

Solusi yang saat ini telah di lakukan oleh Kelurahan Maleer, Kota Bandung, menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah rumah tangga, terutama sampah organik. Selama ini, sebagian besar sampah organik dibuang langsung ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sehingga menimbulkan penumpukan, bau, dan potensi pencemaran lingkungan. Keterbatasan lahan dan rendahnya kesadaran masyarakat membuat masalah ini semakin kompleks. Sebagai solusi, diterapkan inovasi berbasis teknologi lingkungan: rumah maggot berbasis Black Soldier Fly (BSF). Politeknik Piksi Gensha sebagai Institusi Pendidikan yang berada di wilayah tersebut secara langsung ingin berperan dalam permasalahan yang dihadapi maka dari itu Politeknik Piksi Gensha melaksanakan program Pengabdian Pada Masyrakat dengan kegiatan “Solusi Inovatif Mengubah Sampah Organik Menjadi Peluang Ekonomi di Kelurahan Maleer

Kegiatan Program Pengabdian kepada Masyarakat Skema Pemberdayaan Berbasis Masyarakat dengan pelaksana ketua Dr. Candra Mecca Sufyana., S.Si., MT dan anggota Sani Fitriyani, A.Md.ARS., SKM., M.MRS dan Muhamad Prakarsa Al Qadr Saleh, S.T., S.Kom., M.Kom berjudul Optimalisasi Pengelolaan Sampah Organik Rumah Tangga melalui Penerapan Teknologi Rumah Maggot di Kelurahan Maleer Kota Bandung Tahun Anggaran 2025. Program ini melibatkan mahasiwa sebagai wadah dalam mengimplementasikan pengetahuan dan simulasi lapangan terhadap bidang ke ilmuan yang di miliki, meraka adalah Syarif Hidayatulloh dari prodi Administrasi Rumah Sakit, Muhammad Rizky Fitrohanapiah dari prodi Sistem Informasi dan Tantri Dwiyanti dari prodi Teknik Ilmu Komputer. Team mengucapkan terima kasih pada Ibu Een Ratningsih S.E selaku Lurah Maleer yang telah memberikan kesempatan untuk mengimplementasikan program ini. Selanjutnya ucapan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM), Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi tahun anggaran 2025 atas terpilih nya proposal kami sehingga kegiatan ini dapat terpilih untuk mendapatkan pendanaan dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.

Kegiatan PKM ini dilakukan melalui beberapa tahap dengan melibatkan seluruh jajaran yang terlibat di kelurahan.Tahap pertama adalah persiapan dan koordinasi, termasuk penandatanganan komitmen, survei lokasi, dan pengumpulan data baseline. Tahap kedua adalah sosialisasi dan edukasi warga mengenai pemilahan sampah organik dan budidaya maggot, dilengkapi modul edukasi. Tahap ketiga mencakup pembangunan unit rumah maggot beserta peralatan pendukung dan uji coba koloni. Tahap keempat adalah implementasi operasional harian melalui jadwal piket warga, pemantauan sistem Internet of Thing, dan pencatatan produksi. Tahap kelima berfokus pada pemberdayaan masyarakat untuk mengolah maggot kering, kompos, dan strategi pemasaran. Tahap terakhir meliputi evaluasi, refleksi bersama mitra, serah terima unit rumah maggot, serta publikasi hasil kegiatan.

Keberlanjutan program yang dilaksanakan melalui pendampingan berkala dari tim pengabdian dengan penerapan dua jenis inovasi, yaitu hard technology dan soft technology. Hard technology mencakup rumah maggot dengan jaring anti hama, atap polycarbonate untuk pencahayaan optimal, kayu eggies BSF sebagai media bertelur, serta alat IoT pemantau suhu dan kelembapan dengan alarm otomatis. Soft technology berupa sistem IoT yang tidak hanya memantau tetapi juga mengatur suhu dan kelembapan, menjaga kondisi optimal pertumbuhan maggot. Kombinasi keduanya memungkinkan pengolahan sampah organik berjalan efisien sekaligus meningkatkan kualitas panen maggot, sementara masyarakat menjalankan pengoperasian rumah maggot secara mandiri. Unit rumah maggot yang dibangun menjadi model percontohan yang dapat direplikasi di wilayah lain. Setiap minggu, rumah maggot mampu menghasilkan ± 15–20 kg maggot segar, yang dapat dikeringkan dan dijual sebagai pakan ternak atau dijadikan kasgot untuk kebutuhan lokal. Residunya juga diolah menjadi kompos, dengan potensi produksi ± 10–12 kg per minggu per unit, mendukung urban farming warga.

Program rumah maggot juga menjadi sarana edukasi lingkungan yang efektif. Modul edukasi, praktik langsung budidaya maggot, serta pemanfaatan sistem IoT memberikan pengalaman belajar interaktif bagi masyarakat. Warga belajar tidak hanya tentang pemilahan sampah, tetapi juga memahami prinsip dekomposisi alami, pentingnya menjaga kelembapan dan suhu lingkungan, serta strategi pemasaran hasil panen. Hal ini membangun kemandirian dan kesadaran lingkungan yang lebih kuat di tingkat komunitas. Selain manfaat lingkungan, program ini membuka peluang ekonomi baru. Maggot kering dijual dengan harga pasar sekitar Rp50.000–Rp60.000 per kg, sementara kompos memiliki nilai jual Rp5.000–Rp8.000 per kg. Dengan pengelolaan kolektif, warga dapat memperoleh tambahan pendapatan bulanan yang signifikan. Program ini membuktikan bahwa sampah rumah tangga yang sebelumnya menjadi masalah dapat diubah menjadi sumber daya produktif dan berkelanjutan.

Dengan penerapan teknologi rumah maggot, Kelurahan Maleer berpotensi menjadi pionir pengelolaan sampah organik berbasis komunitas di Kota Bandung. Sinergi antara teknologi sederhana, inovasi produk bernilai tambah, dan partisipasi aktif Pengurus Kawasan Bebas Sampah Kelurahan Maleer membuktikan bahwa pengelolaan sampah bukan sekadar tanggung jawab lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi. Rumah maggot hadir sebagai solusi ekologis dan inovatif, memberdayakan masyarakat, menciptakan lingkungan bersih, dan menghadirkan ekonomi berbasis komunitas yang berkelanjutan.

Hari Literasi Internasional 2025, Media Cetak Seharusnya Tersedia di Ruang Tamu Lembaga Pendidikan

Post Views: 236

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *