Islam Kafah Mencegah Fenomena ‘Job Hugging’

Islam Kafah Mencegah Fenomena ‘Job Hugging’

https://sigiku.com/wp-content/uploads/2025/09/IMG-20250929-WA0010.jpg

Oleh : Nia Umma Zhafran (Aktivis Muslimah)

Akhir-akhir ini fenomena ‘Job Hugging’ menjadi tren baru di kalangan pekerja seluruh dunia. Dilansir daru detikfinance.com (20/09/2025), fenomena ini makin marak di tengah situasi pasar kerja yang penuh ketidakpastian. Para pekerja memilih ‘memeluk’ pekerjaannya yang ada saat ini atau bertahan di zona aman di tempat kerjanya daripada harus mengambil risiko pindah kerja.

Hal ini dikarenakan para pekerja merasa banyak pasar kerja sedang lesu dan risiko PHK yang meningkat. Pertumbuhan pekerjaan juga melemah signifikan, dengan laju perekrutan melambat ke level terendah sejak 2013, tidak termasuk masa awal pandemi Covid-19.

Guru Besar UGM menyebut munculnya Fenomena job hugging (kecenderungan untuk tetap bertahan dalam satu pekerjaan yang tengah dijalani, meskipun sudah tidak memiliki minat dan motivasi dalam pekerjaan tersebut) karena Faktor Ketidakpastian Pasar Kerja. Lulusan PT terjebak dalam job hugging demi keamanan finansial dan stabilitas. Lebih baik asal kerja daripada menjadi pengangguran intelektual.

Dulu, banyak orang sering pindah-pindah kerja atau dikenal dengan istilah ‘Job Hopping’ yang dianggap simbol keberanian dan ambisi. Kini, justru banyak pekerja yang bertahan dengan pekerjaannya meski merasa tidak puas, tidak berkembang, atau bahkan tidak menyukai apa yang mereka lakukan. Job hugging ini mencerminkan sikap bermain aman.

Maraknya fenomena job hugging di seluruh dunia menunjukkan adanya perubahan besar dalam dinamika pasar kerja. Kondisi ini tidak lepas dari lesunya perekonomian global dan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga rasa aman menjadi prioritas bagi para pekerja meski kehilangan gairah dan kreativitas.

Dalam jangka panjang tentu tren ini akan berdampak, seperti ekosistem kerja yang stagnan, karyawan demotivasi, gagapnya inovasi, hingga produktivitas menurun. Sementara, perusahaan menuntut tenaga yang inovatif dan adaptif. Ketidakseimbanganpun muncul yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan perusahaan, juga melemahkan daya saing ekonomi secara keseluruhan.

Fenomena job hugging tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi Kapitalisme yang terbukti gagal menjamin ketersediaan pekerjaan layak bagi rakyat. Dalam paradigma ini, pekerjaan dianggap urusan individu semata, bukan tanggung jawab negara. Alhasil, rakyat dipaksa berjuang sendiri di tengah persaingan pasar tenaga kerja yang ketat. Sementara negara hanya berperan sebagai regulator yang lebih sering berpihak pada kepentingan investor dan korporasi besar.

Kapitalisme pun menyerahkan sepenuhnya urusan lapangan kerja kepada swasta. Sementara regulasi dan kebijakan justru memberi ruang bagi segelintir Kapitalis untuk menguasai sumber daya. Dengan modal besar, kelompok Kapitalis lebih banyak mengalirkan kekayaannya pada ekonomi nonriil seperti saham, surat berharga, dan instrumen ribawi yang minim mendorong perputaran ekonomi riil dan jarang menyerap tenaga kerja.

Akibatnya, meskipun angka pertumbuhan ekonomi itu sering terlihat tinggi di atas kertas, namun kualitas pertumbuhan itu rapuh karena tidak diiringi dengan penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Situasi ini membuat banyak orang terpaksa memberi pekerjaan yang apa adanya meski tanpa kepuasan, tanpa ruang berkembang, bahkan bertahan hanya dari rasa aman. Maka tak heran job hungging muncul sebagai strategi bertahan hidup.

Fenomena ini merupakan cerminan dari krisis sistemik ekonomi Kapitalisme. Yakni sebuah sistem yang gagal menjalankan fungsi utama ekonomi, yang menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat dan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak serta bermartabat.

Berbeda dengan Kapitalisme yang menyerahkan penyediaan pekerjaan kepada mekanisme pasar dan korporasi besar, Islam menetapkan bahwa negara wajib menjadi raa’in (pengurus) yang bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan rakyat. Karena seorang kepala negara akan dimintai pertanggung jawaban atas pengurusannya. Penyediaan lapangan kerja bukanlah pilihan tetapi kewajiban syar’i yang harus ditunaikan negara. Ditegaskan juga dalam muqaddimah ad-Dustuur pasal 153, bahwa negara penanggung jawab utama mengurus rakyat, termasuk menyediakan lapangan kerja.

Dalam negara Islam (Khilafah), fenomena job hugging, risiko pengangguran, serta PHK massal dapat dicegah melalui kebijakan berikut:

Pertama, mengelola sumber daya alam (SDA) yang terkategori milik umum. Islam melarang menyerahkan pengelolaan harta milik umum kepada individu atau swasta. Dengan aturan ini, negara dapat membangun industri strategis, semisal pengilangan minyak, pengelolaan tambang, alutsista, pertanian, dan sebagainya yang memungkinkan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Penyediaan lapangan kerja dalam industri strategis akan mendorong masyarakat meningkatkan keterampilan dan kemampuannya.

Kedua, menerapkan syariat ihyaul mawat, yaitu menghidupkan tanah mati. Negara dapat memberikan status tanah mati, yaitu tanah yang tak bertuan atau telah ditelantarkan pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh siapapun kepada siapa saja yang dapat mengelola dan menanaminya sehingga produktivitas masyarakat akan tumbuh seiring kebijakan ini. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (HR. Bukhari).

Ketiga, memberi tanah produktif bagi rakyat yang membutuhkan untuk bertani/berkebun (iqtha’). Iqtha’ adalah memberikan tanah yang sudah dikelola dan layak ditanami. Kebijakan ini dapat mengatasi angka pengangguran dan membuat rakyat lebih produktif bekerja.

Keempat, mendorong individu bekerja. Negara dapat memberikan modal berupa hibah atau pinjaman tanpa riba agar rakyat dapat memulai usahanya. Negara juga akan memberikan fasilitas berupa pelatihan dan keterampilan agar mereka dapat bekerja pada beragam jenis industri dan pekerjaan.

Kebijakan ini hanya dapat dilakukan dengan diterapkannya sistem Islam kafah di bawah naungan negara Khilafah. Dimana negara menjamin pekerjaan dan kebutuhan hidup masyarakat secara adil.

WalLaahu a’lam bish-showwab

Post Views: 48

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *