https://www.koransinarpagijuara.com/wp-content/uploads/2025/08/IMG-20250830-WA0009.jpg
Oleh : Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)
Sepekan ini media sosial Indonesia dipadati speak up seorang diaspora bernama Salsa Erwina Hutagalung. Anak muda yang terlihat penuh semangat dan punya literasi yang baik.
Salsa adalah lulusan Hubungan Internal UGM tahun 2014. Dengan IPK 3,80, ia berhasil meraih predikat Mahasiswa Berprestasi 1 tingkat universitas dan masuk 10 besar Mahasiswa Berprestasi Nasional versi Kementerian Pendidikan.
Kini Ia identik “berseteru” dengan politisi Sahroni. Speak up nya benar benar mencerahkan dan membakar semangat sejumlah orang. Ia sangat vulgar dan cetar dalam “menguliti” apa yang Ia sampaikan.
Termasuk dalam kritik sosialnya bagi masyarakat kita. Bukan hanya pada entitas anggota DPR RI yang Ia sebut “karyawan” rakyat. Berikut diantara kritiknya pada masyarakat kita yang mengaku religious. Berikut tulisan Salsa :
Indonesia dianggap negara paling agamis, tapi siapa sebenarnya yang disembah ? Kita paling agamis, dari pagi sampai malam nama Tuhan dilantunkan di udara, layar kaca dan pidato. Di bibir yang gemetar menyebut iman tapi tak menyentuh hati.
Negeri ini katanya agamis, tapi dari pagi sampai malam layarnya penuh dengan gosip selebritas, siapa tidur dengan siapa, rumah tangga yang gagal. Semua ditonton dengan senang hati.
Ditonton dengan senang hati tanpa ada yang bertanya, apa kabar hati kita sendiri ? Apa kabar hidup yang tak pernah dievaluasi ? Katanya kita bangsa beriman tapi koruptor terbesar di dunia lahir dari panggung kekuasan kita sendiri.
Apakah iman hanya berhenti di mulut dan keadilan hanya untuk bagi yang tak punya kuasa ? Kataya kita menjunjung kasih tapi rumah ibadah saudara sendiri ditutup oleh mereka yang merasa paling benar.
Seolah Tuhan hanya boleh disembah dalam versi mereka sendiri. Jika agama mengajarkan cinta, mengapa bentuknya penolakan ? Budaya yang diwariskan ribuan tahun tentang keseimbangan, kasih dan alam, disebut sesat dan dibuang.
Yang datang dari jauh dan disebut suci lalu kita percaya begitu saja? Tanpa bertanya, apa yang benar benar membuat sesuatu dapat dipercaya. Negara ini mudah terpesona pada mereka yang mengaku keturunan dari ujar, wajahnya mirip asing, narasinya menjual.
Lalu tiba tiba dijadikan tokoh besar. Ada yang baik, tentu saja. Tapi banyak juga yang busuk. Tindakannya jauh dari martabat lalu buat apa diagungkan ? Anak – anak muda disuguhi gaya hidup yang penuh pesta, mabuk, dan pamer harta. Dianggap keren karena bebas.
Padahal banyak yang tidur tanpa makan hari itu. Bukan karena diet, tapi karena tidak ada apa apa di meja makan. Pemimpin negeri membuka pidato dengan nama Tuhan, tapi menutupnya dengan transaksi.
Selingkuhan dibungkus dengan citra keluarga suci dan semuanya dimaafkan, karena kamera bisa diatur. Apakah ini wajah negara yang katanya berakhlak?
Senjata dibeli dari pajak rakyat tapi digunakan untuk menyakiti rakyat sendiri. Nyawa bisa hilang karena berebut perempuan, dendam yang lama, atau karena salah tempat atau salah nama. Mengapa hukum hanya bekerja jika viral ? Mengapa nyawa tidak punya nilai karena miskin?
Kita punya hukum, agama dan sistem. Tapi semua itu tak berguna jika tidak ada uang untuk menggerakannya. Tanpa uang tidak ada pembela, keadilan dan suara. Maka siapa sebenarnya yang kita sembah ?
Siapa yang kita sembah ? Tuhan, iman, kebenaran ? Atau gengsi, pasar atau uang ? Jika benar kita beragama, mengapa kejujuran yang disingkirkan ? Mengapa kekayaaan yang dijadikan lambang kehormatan ?
Post Views: 93