Negara Meminta Semua Anak Bersekolah

Negara Meminta Semua Anak Bersekolah

https://www.koransinarpagijuara.com/wp-content/uploads/2025/06/PicsArt_06-03-08.20.39-e1750229932932.png

Oleh :

Dudung Nurullah Koswara
(Praktisi Pendidikan)

Menarik apa yang disampaikan Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang mengatakan bahwa negara meminta masyarakat untuk menyekolahkan semua anak anaknya. Ini perintah dan ajakan negara pada warga negaranya.

Ketika masyarakat demo dan emosi untuk menyekolahkan anak anaknya, adalah karena mengikuti “perintah” negara. Masyarakat tidak salah karena mereka memang diminta, diperintahkan oleh negara agar anak anaknya bersekolah, harus bersekolah.

Daripada anak tidak sekolah, putus sekolah, nongkrong, nganggur dan bisa membuat masalah, lebih baik mereka “dipaksakan” bersekolah dengan segala konsekuensinya. Tidak ada realitas yang lebih baik bagi anak usia sekolah selain bersekolah.

Urusan satu rombel maksimal 50 anak didik, adalah urusan darurat yang pelan tapi pasti akan dibenahi. Asbab perintah negara, darurat karena masalah ekonomi, domisili dan hal lainnya maka aturan harus “beradaptasi” pada tuntutan urgen.

Anak bersekolah adalah perintah negara. Maka hanya negara yang “bertanggung jawab” memfasilitasi agar mereka diterima. Pihak swasta pun punya tanggung jawab, namun perintah bersekolah bukan perintah organisasi swasta, melainkan perintah negara.

Tidaklah mungkin negara mewajibkan, memerintahkan wajar 13 tahun, tapi menolak sejumlah anak didik/murid di sekolah punya negara/sekolah negeri. Jadi aneh dan unik ketika negara memerintahkan bersekolah tapi negara (sekolah negeri) menolak dengan berbagai alasan.

KDM sangat benar! Asbab perintah negara maka negara pula yang harus memberi solusi di tengah realitas calon anak didik dan keluarganya yang bermasalah. Secara “administrasi dan regulasi” menerima anak didik maksimal 50 per kelas adalah aneh dan anomalis.

Namun bila dikaji lebih dalam, lebih anomalis bahkan maaf banalis bila negara tidak menyiapakan layanan pada anak didik/calon murid yang diperintahkannya bersekolah, karena mereka miskin. Ibarat seorang bapak memerintahkan anaknya masuk ke rumahnya, sementara pintunya tidak dibuka.

Negara harus hadir pada masyarakat yang akan menyekolahkan anak anaknya karena perintahnya. Kecualai negara tidak memerintahkan dan membebaskan semua masyarakat bersekolah atau tidak. Karena memerintahkan maka konsekuensinya ditanggung oleh negara sendiri.

KDM mengatakan “Negara tidak boleh menelantarkan warganya sehingga tidak bersekolah, jangan sampai warga mendaftarkan cape cape ingin sekolah, tapi negara tidak mampu memfasilitasinya”. KDM pun mengatakan, “Saya tidak ingin anak Jawa Barat putus sekolah”.

Lebih baik sekolah/ruang kelas penuh anak didik karena minat masyarakat bersekolah tinggi. Daripada sekolah dengan kelas sehat dan normal tapi masih banyak anak usia sekolah nongkrong di luar sekolah.

Anak putus sekolah adalah dosa pemerintah pada masa depan anak bangsa. Namun kalau ruang kelas padat oleh anak didik, berjubel, adalah dosa pada guru dan penggapnya oksigen di ruang kelas. Kalau hanya sementara? Bawa asyik aja, semuanya ibadah bagi kepentingan masa depan bangsa.

Post Views: 68

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *