Barak Militer bukan Solusi Islam Menjawab Tantangan…

Barak Militer bukan Solusi Islam Menjawab Tantangan...

https://www.koransinarpagijuara.com/wp-content/uploads/2025/06/IMG-20250628-WA0011.jpg

Oleh : Heni Ruslaeni

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung hingga saat ini belum mengirimkan pelajar ke barak pendidikan militer atau pelatihan karakter, sebagaimana yang telah diterapkan di beberapa daerah lain di Jawa Barat.

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bandung, Enjang Wahyudin, menjelaskan bahwa pihaknya masih dalam tahap melakukan kajian dan analisis mendalam terkait mekanisme pelaksanaan program tersebut. Menurutnya, kesiapan yang matang sangat penting, mengingat program ini merupakan kebijakan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

“Yang jelas, kami mendukung program Pak Gubernur. Namun, tentu saja harus ada kajian terlebih dahulu. Kami sedang mempelajari secara detail langkah-langkah apa yang harus dilakukan, termasuk mekanisme teknis pelaksanaannya,” ujar Enjang saat dihubungi pada Senin (9/6/2025).

Sementara itu, Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menyampaikan bahwa belum diterapkannya program ini di wilayahnya dikarenakan perlunya prosedur yang jelas, terutama dalam hal persetujuan dari orang tua siswa.

“Program ini tidak bisa dilakukan secara serta-merta. Harus ada mekanisme yang dilalui, termasuk memperoleh persetujuan dari orang tua. Pembinaan ini akan memakan waktu dua minggu, dan tentunya harus mendapat izin dan pemahaman dari semua pihak terkait,” jelas Dadang.

Menanggapi hal tersebut, warga seperti Fany Catherina berharap agar rencana pengiriman siswa yang dianggap “nakal” ke barak pelatihan bisa dikaji ulang, termasuk dalam hal alokasi anggarannya. Ia berharap Pemkab Bandung benar-benar mempertimbangkan urgensi, efektivitas, serta aspek kemanusiaan dan pendidikan dari kebijakan tersebut sebelum mengambil keputusan lebih lanjut.

Pemkab Bandung memilih untuk tidak tergesa-gesa mengikuti kebijakan Gubernur Jawa Barat, namun, juga bisa dianggap sebagai kurang responsif, terutama jika daerah lain sudah memulai lebih dulu dan hasilnya positif. Pernyataan Bupati Bandung tentang pentingnya izin orang tua mencerminkan kepatuhan terhadap hak asasi anak dan tanggung jawab orang tua. Program pendidikan karakter yang bersifat militeristik tidak bisa dipaksakan. Partisipasi sukarela dan transparansi prosedur menjadi hal krusial agar kebijakan ini tidak menimbulkan kontroversi.

Meskipun Disdik menyatakan dukungan terhadap program Gubernur, namun mereka memilih untuk melakukan penyesuaian lokal. Otonomi daerah tetap penting dalam penerapan kebijakan provinsi. Kondisi sosial, budaya, dan infrastruktur lokal mungkin belum siap menerima model pelatihan seperti barak militer.
Mengirim siswa “nakal” ke barak bisa menimbulkan stigma negatif terhadap anak-anak yang dianggap bermasalah. Risikonya
Menurunkan kepercayaan diri siswa, Meningkatkan labelisasi sosial alih-alih memberikan pendekatan edukatif dan suportif.

Program semacam ini harus fokus pada pembinaan, bukan hukuman. Apakah program ini benar-benar solusi terbaik dan efisien untuk membina karakter siswa? bisa jadi dana yang sama lebih berdampak jika dialokasikan untuk bimbingan konseling, pelatihan guru, atau pendidikan karakter di sekolah. Kebijakan pengiriman siswa ke barak memiliki niat baik, yaitu pembinaan karakter, namun menimbulkan beragam implikasi. Pemkab Bandung tampaknya mengambil pendekatan berhati-hati dan mempertimbangkan aspek legal, etis, dan sosial sebelum mengikutinya. Langkah ini mencerminkan kesadaran akan kompleksitas pelaksanaan kebijakan pendidikan, terutama yang menyentuh aspek psikologis anak. Ke depan, desain kebijakan yang lebih inklusif, partisipatif, dan berbasis bukti sangat diperlukan.

pandangan sistem sekuler kapitalis terhadap kebijakan seperti pengiriman pelajar ke barak militer untuk pembinaan karakter negara tidak mencampuri urusan moral/karakter individu secara berlebihan, kecuali jika menyangkut pelanggaran hukum. Kebebasan individu dan hak asasi manusia (HAM), termasuk hak anak dan hak orang tua, sangat dijunjung tinggi. Setiap intervensi negara terhadap perilaku individu harus berbasis hukum positif, bukan norma moral tertentu.

Sistem ini lebih menekankan pencapaian akademik, keterampilan, dan produktivitas daripada pembinaan moral berbasis militerisme. Model seperti “barak untuk anak nakal” bisa dianggap sebagai represif dan bertentangan dengan prinsip hak-hak anak jika tidak dilakukan secara sukarela dan terukur manusia—termasuk pelajar—dipandang sebagai modal manusia (human capital). Maka, investasi pendidikan diarahkan pada pengembangan keterampilan kerja, kreativitas, dan daya saing ekonomi, bukan pada kontrol perilaku melalui metode militeristik.

Program yang tidak berkontribusi langsung terhadap efisiensi atau produktivitas ekonomi sering dipertanyakan efektivitas dan biaya-manfaatnya. Kapitalisme cenderung mendorong solusi berbasis pasar atau komunitas, bukan campur tangan langsung negara. Misalnya, jika ada pelajar bermasalah, sistem kapitalis akan lebih memilih solusi seperti bimbingan psikologis, konseling swasta, atau lembaga pendidikan alternatif, bukan barak militer yang dibiayai negara
Dalam sistem kapitalis, kebijakan seperti pengiriman anak ke barak bisa dicurigai sebagai bentuk populisme atau pencitraan pejabat program negara yang tidak efisien, karena menyerap anggaran besar namun tidak terukur hasilnya secara ekonomi.

Dari sudut pandang sistem sekuler kapitalis kebijakan seperti pengiriman anak ke barak dianggap berisiko melanggar hak individu, terutama anak-anak. Penanganan kenakalan remaja seharusnya dilakukan lewat pendekatan psikologis, edukatif, dan berbasis komunitas, bukan melalui pendekatan koersif seperti militerisme. Semua program negara harus efisien, terukur dampaknya, dan tidak melanggar kebebasan individu.

Islam memiliki pandangan sistemik terhadap pendidikan, anak, dan peran negara. Tujuan Pendidikan dalam Islam: Membentuk Kepribadian Islam (Syakhsiyah Islamiyah). Dalam Islam, pendidikan bukan hanya soal akademik, tapi pembentukan akidah, akhlak, dan pola pikir islami.
Anak-anak dibina sejak kecil untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, taat kepada orang tua, guru, dan aturan syariah setiap anak dilahirkan di atas fitrah (Islam), kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari & Muslim). Seorang guru adalah murabbi (pendidik) yang memiliki tanggung jawab moral dan agama dalam membentuk karakter murid. Solusi terhadap anak bermasalah bukan barak militer, tapi tarbiyah (pembinaan ruhiyah dan akhlak) secara terus-menerus.

Pendekatan nasihat, teladan, dan pembiasaan ibadah dan menanamkan rasa takut kepada Allah (taqwa), bukan hanya takut pada sanksi. Islam mewajibkan orang tua mendidik anak secara islami. Kesalahan anak adalah tanggung jawab keluarga dan masyarakat, bukan hanya sekolah.

Islam menekankan lingkungan sosial yang shalih menghindari budaya permisif dan pergaulan bebas, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dalam masyarakat. Dalam sistem Islam (Khilafah), negara menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas dengan kurikulum Islam. Menjaga generasi dari kerusakan moral akibat budaya liberal, pornografi, narkoba, dll.

Menyediakan pusat rehabilitasi akhlak jika diperlukan, tapi berbasis syariah, bukan model militerisme sekuler. Tidak ada konsep barak militer untuk “anak nakal”, tetapi ada pembinaan kepribadian dalam atmosfer keimanan dan ketakwaan. Jika anak sudah mukallaf (baligh dan berakal), maka ia bertanggung jawab secara hukum syariah. Jika melakukan pelanggaran berat (misalnya kriminal), akan dikenai hukum sesuai syariah dengan proses peradilan yang adil.

Islam tidak menyetujui pendekatan koersif seperti barak militer untuk membina siswa. Solusi Islam bersifat integral (menyentuh akidah, akhlak, dan intelektual), kolektif (melibatkan keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara), sistemik (berbasis sistem pendidikan Islam dan pelaksanaan syariah secara kaffah). Islam membentuk anak-anak menjadi pribadi yang bertaqwa, berilmu, dan beradab, bukan hanya patuh secara fisik, tapi tunduk karena kesadaran kepada Allah.

Post Views: 65

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *